"Mampus Kau ! Dikoyak-koyak pertanyaan, Kapan
Nikah?" - Saya kutip kalimat ini di instagram @sabdaperubahan .
Sebenarnya, pertanyaan itu seperti menjelma kapal pesiar besar yang terus melaut di otak
saya. Usia yg tak lagi muda, belum lagi paradigma di usia 20 tahun ke atas
perempuan harus sudah menikah menjadi filosofi pertanyaan itu muncul terus di
sepanjang hari-hari. Saya tidak menyalahkan siapa pun yang bertanya. Saya tak
marah kepada siapa pun yang terus melontarkan kalimat itu seperti sedang
menyuap nasi pada mulut dengan perut yang sangat lapar. Aku menerima pertanyaan
itu sebagai bagian dari takdirku yang hidup di tengah-tengah budaya menikah
muda bahkan menikah di usia dini yang masih banyak.
Bukan hal yang mudah memang hidup dengan rentetan
pertanyaan "mengapa belum menikah?". Tapi, bagaimana lagi,
batasan-batasan yang berkembang seolah menjadi pemberontak jahat yang terus
meruntuhkan pemikiran dan keteguhanku untuk memilih tidak menikah. Belum lagi,
campur tangan Tuhan yang memang teramat
sangat asyik menurutku. Ia yang
menanamkannya di hati dan benakku. Ia yang ajarkan rasa sakit yang teramat
dalam. Hingga diriku sendiri terkoyak, merana, dan terlontar di ruang yang
hanya berisi sakit, takut, serta trauma. Namun, Ia juga yang membuatku terus
bimbang, dengan banyak kisah orang lain di sekitarku yang berakhir menyedihkan
di masa tua saat memilih tak menikah. Sungguh benar, Ia memang Maha Asyik.
Aku melihat kisah di masa laluku seperti blind spot yang
hanya berselisih sekitar 1 mm. Dan menurutku mirip juga dengan kutipan ayat
Injil yang disebut pernah disampaikan oleh Jus Soema Dipraja pada Jakob Oetama
yang dari menyintir ayat Injil itu kemudian Jakob bersedia bersaksi di PTUN
dalam sidang gugatan Goenawan Muhammad dkk, terhadap Mentri Penerangan,
Harmoko, setelah pemberedelan majalah Tempo, 21 Juni 1994 (Dikutip dari buku “Karena Jurnalisme Bukan Monopoli
Wartawan”, hal. 5-8).
“Jadilah merpati di
antara para serigala.”
Jika flash back pada masa aku pernah jatuh cinta, namun
kemudian akhir kisah cinta itu tak seindah cerita-cerita Cinderela. Pastilah, aku
tertawa geli. Tak kusangka, aku bisa mentertawakan diriku sendiri
dengan sangat lantang. Kebodohan yang teramat manis. Tapi kata
"manis" terlalu hiperbola menurutku. Karena, sebenarnya tak
manis-manis amet. Ada pahit getirnya juga.
Sekarang aku berada dalam jiwa yang bebas, dan merdeka.
Tak satupun yang mampu menahan diriku kecuali kebodohan dan ketakutanku.
Perihal jiwa dan ragaku. Kubiarkan saja mereka yang memilih. Kalau kata banyak
orang " Kill or to be killed" atau jika ada pilihan ketiga saling
memahami dan mengedepankan Aku, dan menjadi silent majority.
Ntahlah, berada dalam dua kalimat itu apakah benar
sungguh menyenangkan atau justru malah pura-pura menyenangkan. Aku sendiri tak
tau. Walaupun banyak literatur mengatakan itu menyenangkan tapi sekali lagi
"Aku tak paham". Aku hanya berjalan ke manapun aku ingin berjalan.
Diriku meyakini selama ada Tuhan disitu, pastilah jalanku tak salah.
Pernah suatu ketika jiwa ini berbincang lirih dengan
hati. Menceritakan bahwa mungkin jiwa sudah mulai rusak atau bisa jadi sudah
gila. Makanya hati harus siap-siap menjadi beku di kemudian hari. Tepatnya,
saat cahaya tak lagi ada, dan bintang tak lagi bersinar. Tapi, lagi-lagi itu
jikalau. Karena ternyata, benang merah takdirku masih belum juga ketemu.
Semuanya masih berjalan.
Sekali lagi, Mereka bertanya "Kapan kau
menikah?" " Kapan nyusul menikah?" “Mengapa belum menikah?”
Tak seperti kebanyakan, yang ada di benakku bukan itu.
Tapi, pertanyaan lain yang aku sendiri bingung menjawab dan menjabarkannya.
Berkaitan dengan pertanyaan “Mengapa belum menikah? “ aku
terkadang mengingat Jaysehtty, seorang vlooger dan motivator ternama di Inggris
yang berkelahiran India. Melalui akun instagramnya Ia pernah berkata demikian
kurang lebih :
Someone graduated
at 21, but waited 6 years to get a good job
Someone had no
education, but was a millionare at 21
Someone got married
at 21, but divorced 5 years later
Someine got married
at 30, but found everlasting love
You are not late
You are not early
You are on time
Kita semua tepat waktu, “On time”. Bukan hanya perihal
jodoh, tapi untuk hal-hal lain yang berkaitan dengan apa yang kita lakukan di
dunia.
Pernah saya membaca Instagram story dari seorang aktor
kenamaan Indonesia, Herjunot Ali yang saat itu tengah membalas DM dari followernya,
tentang si follower yang sering ditanyai, “Kapan nikah?” “Kenapa belum menikah?
dll. Begini jawaban Herjunot Ali, yang jujur bikin saya berkata “ I agree” :
“Yup. Di sini nikah itu jadi suatu PENCAPAIAN HIDUP YANG
LUAR BIASA SEKALI. Seperti tukang gerobak yang hidupnya luntang lantung, tapi
punya istri 3 dan anak2 nya hidup susah, jauh dianggap lebih berhasil daripada
manusia single, hidupnya mapan dan memilih berhasil secara nyata dulu dalam kehidupan, sebelum mengambil
langkah besar bertanggung jawab membawa kehidupan orang lain ke dalam hidupnya.
Yang penting NIKAH dulu ! itu artinya sudah berhasil dan berani ambil resiko !!
(buat yang kurang ngerti ini namanya sarkasme).”
Tulisan ini bukan kemudian saya sampaikan sebagai upaya
saya “mengemis” kepada semuanya untuk tidak bertanya perihal MENIKAH itu.Tapi ingin saya tekankan bahwa, menikah atau tidak
menikah itu bukan hanya sekedar pilihan tapi juga bagian rahasia waktu yang
kita sendiri tak tau bagaimana akhirnya. Mungkin hari ini saya berkata tidak
mau menikah, tapi Sang penguasa waktu justru berkata sebaliknya.Atau bisa jadi, hari ini saya sudah berencana menikah, tapi lagi-lagi Sang penguasa waktu berkata lain.
We never know, so don’t
be nosy to another ones life. Just walk on your site, Nobody can be
entitled to your life. Just do what you think that is right.
Catatan Waktu, Bondowoso,
11 Mei 2019 (Hari ke enam Ramadan 1440 H)